Wednesday, November 09, 2005


Bebas dari ketakutan

Gandhi, rasul gerakan tanpa kekerasan itu, dan Aung San, pendiri tentara nasional, sangat berbeda dalam kepribadian, tetapi karena terdapat persamaan dalam menentang kekuasaan otoriter, maka terdapat pula kesamaan dalam kualitas mendasar keduanya yang bangkit memenuhi tantangan itu. Nehru, yang menganggap kebangkitan keberanian di kalangan rakyat India sebagai jasa Gandhi yang terbesar, adalah seorang modernis dalam bidang politik, tetapi ketika ia memperkirakan kebutuhan bagi gerakan kemerdekaan dalam abad ke-20, ia menengok kembali ke filsafat India zaman dahulu,"Anugerah terbesar bagi perorangan atau bangsa ialah abhaya, ketidaktakutan, bukan keberanian jasmani semata tetapi tidak adanya ketakutan dalam alam pikiran."
Ketidaktakutan barangkali suatu bakat, tetapi yang mungkin lebih berharga ialah keberanian yang diperoleh melalui usaha, keberanian yang diperoleh melalui usaha, keberanian yang diperoleh karena memperkuat kebiasaan menolak paksaan, keberanian yang dapat digambarkan sebagai "tahu harga diri meskipun ditekan" - harga diri yang ditempa berulang-ulang dengan tekanan keras yang tidak kunjung henti.
(Aung San Suu Kyi, Bebas dari ketakutan, penerbit Pustaka Utama Grafiti)


Mao Zedong dan korupsi

Mao adalah musuh bebuyutan dari birokrasi dan korupsi. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, selama kampanye menentang birokrasi, pemborosan dan korupsi pada awal tahun 1950-an, pada beberapa kesempatan dia bertanya kepada saya dengan nada yang keras," Apakah kamu pernah mengantungi uang pemerintah?" dan "Jika kamu tidak melakukan itu di masa lalu, bagaimana dengan besok?" Dia selalu mengingatkan saya: "Jangan sampai tertembak peluru berlapis gula. Kamu bekerja padaku, dan itu membuat semuanya lebih penting bagimu untuk menahan nafsu. Jangan pernah jadi mangsanya. "Kita adalah teman yang sangat dekat, tapi kamu akan menjadi musuhku jika kamu terlibat dalam korupsi". "Kamu adalah pengawal pribadiku, rendah dalam tingkatan, tapi tinggi dalam posisi. Posisi seperti ini bisa dengan mudah untuk mencari hak istimewa pribadi. Jadi berhati-hatilah dan jadilah orang yang rendah hati". "Apakah kamu pernah melakukan pemborosan meskipun kamu belum pernah terlibat dalam korupsi apa pun? Pemborosan itu berbahaya juga: itu adalah langkah pertama menuju korupsi". "Berhematlah, dan jadikan itu sebagai kebiasaanmu".
(Quan Yanchi, Mao Zedong manusia,bukan Tuhan. Penerbit Tarawang)


Mahasiswa adalah Brahmachari

Menurut agama Hindu, mahasiswa adalah seorang Brahmachari dan Brahmachariashrama adalah kehidupan mahasiswa. Membujang adalah interpretasi sempit dari Brahmacharya, arti sebenarnya adalah kehidupan atau keadaan seoarang mahasiswa/pelajar. Yang berarti pengendalian diri, seluruh periode belajar dan menuntut ilmu dengan cara pengendalian indria dianggap sebagai Brahmacharyashrama. Periode hidup ini berarti banyak mengambil dan sedikit memberi. Kita hampir seluruhnya merupakan penerima pada saat ini, mengambil apapun yang kita peroleh dari orang tua, guru-guru dan dari dunia. Pengambilan itu tanpa kewajiban untuk membayar pada waktu itu, tapi membawa suatu kewajiban untuk membayar seluruh utang itu dengan bunganya yang digandakan pada waktunya. Itulah sebabnya orang-orang Hindu mempertahankan Brahmacharyashrama sebagai kewajiban agama.
~Young India, 19-1-1925~
(Mahatma Gandhi kepada Mahasiswa dan generasi Muda Hindu, Penerbit Manikgeni)


Kemelut Islam dan Kristen

Memang sudah jadi kenyataan, Kristen dan Islam satu sama lain saling mengkafirkan, namun sebenarnya pada saat yang bersamaan, keduanya memiliki kemiripan, bahkan dalam segi peribadatan sekalipun. Keduanya mengaku memiliki universalitas kebenaran yang final dari Kalam Tuhan, dan tugas merekalah untuk menyebarkan kebenaran tersebut ke seluruh permukaan bumi. Sebagai imbalan dari pemenuhan kewajiban ilahiyah ini mereka mengharapkan balasan surga abadi dan, untuk sementara, adalah imbalan material dalam kehidupan dunia. Bagi orang-orang yang berada di luar iman, mereka akan menderita di dunia dan akhirat. Pada dasarnya ide muslim dan kristiani tentang Hari Pengadilan, Hukuman dan Hari Pembalasan di akhirat nanti adalah sama, walaupun tidak identik. Tetapi "surga" mereka berbeda secara signifikan. Sedangkan "neraka" yang ada dalam ide masing-masing dapat dikatakan sama. Konsep-konsep ini tidak akan ditemui dalam tradisi Hindu, Budha, atau Konfucius.
(Bernard Lewis, Kemelut Peradaban Kristen, Islam, dan Yahudi)