Tuesday, September 26, 2006


Wilayah publik (di)Negara (yang belum) Sekuler

Dimana Negara?
Sayangnya, dari segi inisiatif Negara tidak ada. Harusnya, Negara secara resmi memberi tahu bahwa politik publik mesti diatur dalam nilai sekuler. Sayangnya, sekuler ini juga salah di persepsi. Seolah-olah kaum liberal menuntut wilayah agama harus diliberalkan. Sebagian orang liberal yang tanggung pemahamannya juga akan berpikir begitu. Orang agama melihatnya sebagai desain orang yang anti-agama, padahal bukan itu. Begini, saya sebagai orang liberal akan menganjurkan kepada orang-orang agama untuk menjadi agamais yang sebaik-baiknya. Jadilah orang agama yang semaksimal mungkin, jadilah fundamental habis-habisan, tetapi jangan berpikir bahwa wilayah yang fundamental ini bisa diekspose untuk jadi nilai utama ke ranah publik.
Lebih tegas lagi, kalau ada yang menginginkan negeri ini menjadi negeri agama, ya silakan saja jalankan ide itu. Tetapi ide itu disalurkan di dalam wilayah politik yang bukan berbasiskan agama. Supaya kalau ide itu lolos-dan bisa saja lolos-ide itu sudah dibicarakan dalam wilayah yang terbuka. Ini yang banyak tidak dipahami orang sehingga menciptakan relasi sosial dengan dasar kecurigaan.
Sekuler bagi Anda?
Sekuler, menurut saya, orang yang paling beragama adalah orang yang paling sekuler karena ia bisa membedakan antara urusan keagamaan atau Tuhan da urusan dunia. Kalau urusan Tuhan atau agama mau diselenggarakan sebagai sebagai urusan politik, kesulitannya dalah dalam urusan politik segala sesuatunya harus bisa diedit. Nah, bagaimana kita akan mengedit kitab suci, kan tidak bisa. Biarkan saja yang tidak bisa diedit ini ditempatkan di tempat mulia, jangan dibawa-bawa seperti barang yang dipertukarkan dalam kehidupan politik.
Wilayah agama itu wilayah yang final, sedangkan wilayah politik itu wilayah yang possible. Jadi, nggak mungkin yang finalitas compatible dengan yang possible. Demarkasi itu yang harus dibikin, siapa yang bikin, ya itu menjadi tugas Negara. Supaya tidak saling pasang barikade, Islam pasang barikade, Kristen pasang barikade, minoritas lain pasang barikade, dan sebagainya. Sementara Negara nonton dari atas. Tidak ada wilayah publik yang bisa dinikmati bersama-sama. The public is not there anymore.
(wawancara Kompas dengan Rocky Gerung, 23 September 2006)