Monday, October 16, 2006



Tindakan saya terhadap (daripada) PKI

Sejak menyaksikan dengan mata kepala sendiri apa yang di dapat di Lubang Buaya, kegiatan saya yang utama adalah menghancurkan PKI, menumpas perlawanan mereka di mana-mana, di ibukota, di daerah-daerah, dan di pegunungan tempat pelarian mereka. Mereka masih mencoba mendirikan kubu pertahanan sewaktu kami mengejar mereka.

Tetapi saya tidak mau melibatkan AD secara langsung dalam pertentangan-pertentangan itu, kecuali pada saat-saat yang tepat dan terpaksa. Saya lebih suka memberikan bantuan kepada rakyat untuk melindungi dirinya sendiri dan membersihkan daerahnya masing-masing dari benih-benih yang jahat.

(SOEHARTO, pikiran, ucapan, dan tindakan saya)

Tuesday, October 03, 2006



Rekayasa sejarah melalui foto

Dalam acara Kick Andy di MetroTV tanggal 17 Agustus 2006, Moelyono, mantan fotografer Koran KR (Kedaulatan Rakyat) Yogyakarta menampilkan foto mayat yang terbunuh dalam peristiwa 1965 dalam keadaan tangannya terikat satu sama lain. Menurut Moelyono itu adalah jenazah dua pemuda Marhaenis yang dibunuh oleh anggota PKI.
Pernyataan Moelyono itu berbeda dengan keterangan yang disampaikan kepada Karen Strasler yang mewawancarainya untuk penulisan disertasi di Universitas Michigan.
Fotografi dijadikan alat propaganda yang ampuh awal Orde Baru. Moelyono adalah fotografer KR yang diikutkan dalam operasi penumpasanG30S di daerah Klaten. Operasi itu berlangsung tiga bulan, ia hanya boleh pulang pada akhir pekan (dengan naik mobil tentara dan dikawal oleh Polisi Militer) untuk mencetak foto tersebut yang akan dimuat pada KR. Namun, foto-foto itu diseleksi terlebih dulu oleh militer.
Batalyon F Kodam Diponegoro melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai anggota PKI di daerah Klaten. Kegiatan penembakan itu dilarang dijepret, baru setelah selesai dibunuh boleh dilakukan pemotretan. Foto dua orang yang disebutkan Moelyono sebagai pemuda marhaenis itu sebetulnya adalah dua orang anggota Pemuda Rakyat. Masing-masing mencoba melarikan diri ketika ditangkap dan langsung ditembak oleh tentara. Setelah ditembak, kedua orang itu diikat tangannya dan baru Moelyono disuruh memotretnya. Beberapa waktu kemudian diadakan pameran foto di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta dan Medan dengan menampilkan foto-foto ala Moelyono tadi.
(Asvi Warman Adam, Wacana, Kompas 10 September 2006)