Monday, June 19, 2006

Kekerasan Politik di Bali Modern

Menyusul kudeta militer Indonesia pada Oktober 1965, pulau Bali meledak dalam kekerasan politik yang menyebabkan kira-kira 80.000 orang, atau sekitar 5 persen penduduknya, tewas. Dalam hal intensitas atau proporsi penduduk yang terbunuh, kekerasan di Bali itu bisa jadi melebihi yang disaksikan di Jawa pada masa yang sama. Penduduk di seantero pedesaan dieksekusi; para korban ditembak dengan senapan otomatis atau dicincang sampai mati dengan belati dan parang. Konon, sejumlah pembunuh meminum darah korbannya atau berjingkrak-jingkrak di atas sekian banyak orang yang mereka habisi.

Orang mungkin mengira bahwa kejadian tersebut akan merangsang suatu perbincangan serius tentang masyarakat dan politik Bali. Betapapun, pembantaian tidak cocok dengan pandangan yang diterima luas bahwa Bali adalah surga dunia, dengan warganya yang artistik dan sangat religius hidup harmonis bersama alam dan sesama. Namun demikian, jauh dari memancing suatu pertimbangan kembali terhadap citra yang sangat lazim tentang Bali atau perdebatan mengenai politiknya, pembantaian itu telah diperlakukan entah sebagai bukti dari praanggapan tentang eksotisme Bali, atau sebagai anomali tak mengenakkan yang kiranya lebih baik dilupakan.
(Geoffrey Robinson; Sisi gelap Pulau Dewata; Penerbit LKiS Yogyakarta; 2006)


Neraka-neraka bagi pendosa


Teks.19
Raja yang saya hormati, orang yang mencuri permata dan emas dari seorang brahmna atau orang lain, ditempatkan di neraka bernama Sandamsa. Disana kulitnya dikoyak dan dipisahkan dengan bola dan jepitan besi panas merah. Dengan cara ini, seluruh badannya dipotong-potong menjadi potongan-potongan.

Teks 20
Lelaki atau perempuan yang melakukan hubungan kelamin tidak syah dengan lawan jenisnya, setelah mati dihukum oleh para pembantu Yamaraja di neraka Taptasurmi. Disana para lelaki atau perempuan itu dicambuk dengan cemeti. Yang laki dipaksa memeluk bentuk perempuan terbuat dari besi panas membara, dan yang perempuan dipaksa untuk memeluk bentuk serupa dengan orang laki. Begitulah hukuman untuk hubungan kelamin tidak syah.

(Bhagawata Purana tentang Neraka; penerjemah: Darmayasa; penerbit PARAMITA Surabaya)

Praktek-praktek rahasia untuk menghancurkan pasukan musuh

Guna melindungi keempat varna, ia harus menggunakan praktek-praktek rahasia melawan yang tidak benar.
Kelompok racun, kalakuta dan lain-lain, harus dimasukkan dalam benda yang dipakai secara pribadi oleh musuh, oleh pria dan wanita masyarakat Mleccha yang disetujui, yang menyamar sebagai orang bongkok, orang kerdil, Kirata, orang yang bisu atau tuli, orang sinting, atau orang buta, dalam penampilan yang dapat dipercaya menurut negeri, pakaian, profesi, bahasa dan kelahiran.
Agen rahasia harus memasukkan senjata dalam barang untuk olah raga raja (musuh) dan di took yang dipergunakan olehnya, dan para agen yang mengikuti kegiatan rahasia, yang bergerak malam hari, dan mereka yang hidup dari api, harus memasukkan api (dalam benda-benda itu).
Bubuk kodok bertutul, serangga kaundinyaka dan krkana, pancakustha dan kelabang, bubuk uccidinga, kambali, satakanda, dihma dan kadal, bubuk cicak, reptil buta, karakntaka, serangga bau, dan gomarika, yang bercampur dengan air bhallantaka dan avalguja, menyebabkan mati secara langsung, atau asap itu (menyebabkannya)
Atau salah satu serangga itu, dimasak bersama ular hitam dan priyangu (campuran) ini harus dikeringkan; campuran itu dipercaya dapat menimbulkan kematian langsung

(Kautilya; Artha Sastra; Penerbit PARAMITHA Surabaya 2005)