Saturday, October 29, 2005


Memahami

Memahami, tidak berarti menolak hal-hal yang menimbulkan kemarahan, menjabarkan yang tidak mempunyai preseden pada preseden-preseden, atau menjelaskan gejala-gejala melalui analogi-analogi dan hasil-hasil generalisasi sedemikian sehingga dampak kenyataan dan guncangan pengalaman tidak terasakan lagi. Memahami lebih berarti mengkaji dan secara sadar menanggung beban yang dipikulkan oleh sejarah ke pundak kita—bukan menolak keberadaannya, bukan pula pasrah saja seakan-akan apa yang pada kenyataannya terjadi tidak dapat terjadi sebaliknya. Dengan singkat, memahami berarti dengan cermat, tanpa prasangka, menghadapi dan menangani kenyataan—apapun kenyataan yang mungkin atau yang sudah terjadi itu.

(Hannah Arendt,
Asal-usul Totaliterisme jilid 1 anti semitisme)


Buku Harian Perkawinan

Ketika menikahimu, tak kusebut keinginan setia.
Engkau bahkan telah menjadi budak penurutku.
Dunia yang kumiliki kubangun di atas bukit batu
Dan padang ilalang. Kau bajak jadi ladang subur
yang mesti kupanen dalam setiap dengus nafsuku.
Kupelihara ribuan hewan liar, kujadikan prajurit
Yang akan menjaga dan memburumu.
Dan kutanam bambu untuk gagang tombak dan sembilu.

Berlarilah sejauh langkah kejantananmu, lelaki!
Bersembunyilah di antara ketiak ibumu,
Membaca gerak tubuh dan persemaian segala
Tumbuhan bijak: ajarilah aku membangun rumah dan
Dindingtakberpintu, memenjara penyerahanku
Yang kaubaca dengan bahasamu.

Tapi aku menikahimu tidak untuk setia.
Kubiarkan diriku bertarung di setiap medan peperangan.
Aku panglima untuk sepasukan hewanhewan liarku
-yang selalu bergairah memandangmu
Di atas meja makan.

Sekarang biarlah kudekap engkau,
Sebelum kulunaskan puncak laparku!

2000
(Dorothea Rosa Herliany,
Edisi khusus: HORISON april 2002)

Sunday, October 23, 2005


Mengapa berargumentasi?

Kita dilahirkan untuk membuat argumentasi yang menang seperti halnya kita dilahirkan untuk berjalan. Kita tidak memerlukan rambut putih keperakan dan suara menggelegar seorang ahli pidato yang hebat. Kita dapat berbicara dengan lembut di dapur kita – dan menang. Kita tidak memerlukan pelajaran-pelajaran berpidato. Kita tidak perlu mempunyai perbendaharaan kata seperti seorang profesor Universitas Harvard. Kita dapat berbicara dengan pimpinan-pimpinan kita atau anak-anak kita dengan menggunakan bahasa sehari-hari-dan menang. Kita dapat memenangkan argumentasi kita di ruang pengadilan dan di kamar tidur. Akan tetapi, karena terkunci di dalam tembok tembok-tembok psikis kita sendiri, kita tidak pernah dapat membuat argumentasi yang menang.

(Gerry Spence,
Seni berargumentasi dan menang setiap saat,Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,1997)


Spiritual dan Agama

Orang ingin mendalami spiritual harus meninggalkan agama? Tidak! Karena yang dianggap agama itu sekarang salah persepsi lagi. Kadang-kadang yang diterjemahkan sebagai agama itu adalah ritual. Dan banyak sekali orang mengatakan “Tidak” kepada agama, dan “Yes” kepada spiritual. Tetapi saya melihat orang yang menolak ritual itu akan menciptakan ritual baru. Seperti sekarang, seperti yang kita bicarakan tentang sampradaya di Bali itu, meninggalkan ritus-ritus dari asli Bali, kemudian mengambil ritus-ritus India. Jadi ganti aja. Jenuh di satu pihak, kemudian ambil yang lain. Saya kira nggak perlu begitu. Perlu simplifikasi,ya!
Karena jaman, karena waktu. Mungkin ritual-ritual itu disimplifikasi, ya. Tapi nggak perlu ganti-ganti. Nah, ritual dalam pengertian saya, adalah untuk melembutkan, dalam bahasa yoga “manamaya kosha”, mental emosional. Untuk itu kita butuh ritual. Entah dari budaya mana, dari sampradaya mana dan sebagainya. Kenapa tidak dari budaya sendiri kalau memang kita sudah memiliki?
(Dialog Anand Krishna dengan Media Hindu Oktober 2005)

Saturday, October 08, 2005

Jendral dan prajurit


Pandanglah prajurit-prajurit seperti bayi-bayi Anda, dan mereka akan bersedia masuk ke lembah yang dalam dengan Anda; pandanglah prajurit-prajurit Anda itu seperti anak-anak tercinta, dan mereka mau mati bersama dengan Anda.

Jika Anda sangat baik terhadap mereka sehingga Anda tidak bisa mempekerjakan mereka, sangat ramah dengan mereka sehingga Anda tidak bisa memerintah mereka, sangat akrab dengan mereka sehingga Anda tidak bisa menetapkan aturan, maka mereka seperti anak-anak manja yang tidak berguna.
(Sun Tzu, Seni Perang, diterjemahkan oleh Thomas Cleary)

Musuh



Dekatilah teman-temanmu, tapi rangkullah musuh-musuhmu.
Musuh yang paling berbahaya adalah orang gila, seoarang pazzo. Dia tidak dapat diajak berembug; dia tidak takut mati; dan tidak peduli betapa dekatnya orang-orang dengannya. Dia harus dihancurkan dengan cepat dan tuntas.
Hal yang sama juga berlaku pada setiap pertarungan besar dengan setiap musuh: Kamu harus menghancurkan dia; kalau tidak dia akan mulai merencanakan pembalasan. Apa yang terjadi pada musuh-musuh yang tidak dilumatkan? Lihatlah Jepang dan Jerman.
Musuh harus kamu takuti; tidak takut pada musuh akan mengundang bencana.
Kenalilah musuh di tempat-tempat yang tidak terduga: dibawah tempat tidur dan dibalik selimutmu sendiri, dan dalam dirimu sendiri.
Musuh bebuyutan mempunyai satu kebaikan: Kamu tahu betul siapa dia.
Manusia tanpa musuh adalah manusia tanpa kualitas. Kamu kira tidak? Bahkan Yesus Kristus mempunyai banyak musuh.
Harapkan hal-hal terburuk dari musuh-musuhmu; kamu tidak akan sering keliru. Tetapi ingat: pembalasan adalah hidangan yang paling enak disantap setelah dingin.
(V, Mafia manajer: bimbingan Machiavellis bagi bisnis modern)